BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Artikel yang ditulis di
Kompas pada Kamis 14 Juni 2012 berjudul
“Hemat BBM Tak Efektif”, mengatakan program penghematan energi yang dilakukan
pemerintah dinilai tidak efektif untuk mengendalikan konsumsi bahan bakar
minyak bersubsidi. Dengan tingginya perbedaan harga BBM bersubsidi dan
nonsubsidi, praktik penyalahgunaan BBM bersubsidi akan tetap marak.
Menurut pemerhati
kebijakan publik dan perlindungan konsumen, Agus Pambagio, program penghematan
energi, termasuk BBM bersubsidi, tidak memberi manfaat bagi masyarakat.
Penghematan anggaran Negara dari program tersebut juga sangat sedikit dan tidak
cukup untuk membangun infrastruktur. Dengan tidak ada kenaikan harga BBM
bersubsidi, perbedaan harga BBM bersubsidi dan nonsubsidi makin lebar. Hal ini
menyebabkan tingkat konsumsi BBM bersubsidi makin tinggi seiring pertumbuhan
jumlah kendaraan bermotor dan praktik penimbunan serta penyelundupan BBM
bersubsidi kian marak. Bahkan, sekarang banyak daerah yang protes karena
kekurangan pasokan BBM bersubsidi. Dengan harga BBM bersubsidi tidak naik,
suplainya ditahan. BBM bersubsidi dalam APBN Perubahan 2012 yang sebesar 40
juta kiloliter akan habis sebelum Desember. Atas dasar itu, ke depan pemerintah
harus berani memutuskan menaikkan harga BBM bersubsidi. Hal itu bertujuan agar
ada dana untuk pembangunan infrastruktur. Tambahnya, “Daripada anggaran
pemerintah habis untuk subsidi BBM, dananya lebih baik untuk membangun
infrastruktur agar kegiatan ekonomi makin tumbuh.”.
Ekonom dari Financial Reform Institute, Ikhsan Modjo
mengatakan, realisasi konsumsi BBM bersubsidi diperkirakan membengkak sampai 48
juta kiloliter. Hal ini akan menambah beban subsidi Rp 20 triliun atau lebih,
tergantung dari harga minyak mentah Indonesia (ICP). Hal ini mengakibatkan
komplikasinya ke anggaran fiskal APBN karena nominal rupiah akan meningkat
dengan membengkaknya kuota BBM bersubsidi.
Langkah penghematan BBM
diambil karena pemerintah saat ini tidak bisa menaikkan harga BBM bersubsidi.
Salah satunya adalah pembenahan dan pengawasan sistem distribusi BBM
bersubsidi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebur maka rumusan masalah sebagai
berikut:
- Apakah
batalnya kenaikkan harga BBM berpengaruh pada pengeluaran pemerintah?
- Apa
saja yang mempengaruhi pengeluaran pemerintah?
1.3.
Tujuan Penulisan Makalah
Makalah ini bertujuan untuk:
1.
Untuk mengetahui dampak batalnya
kenaikkan harga BBM.
2.
Untuk mengetahui apa saja
pengeluaran pemerintah.
3.
Untuk mengetahui solusi apa saja
yang dapat diambil.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Teori Pengeluaran Pemerintah
Musgrave dan Rostow mengatakan Perkembangan pengeluaran negara sejalan dengan tahap
perkembangan ekonomi dari suatu negara, yaitu:
Pada tahap awal perkembangan ekonomi diperlukan
pengeluaran negara yang besar untuk investasi pemerintah, utamanya untuk
menyediakan infrastruktur seperti sarana jalan, kesehatan, pendidikan, dll
Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi tetap
diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi, namun diharapkan investasi sektor swasta
sudah mulai berkembang
Pada tahap lanjut pembangunan ekonomi, pengeluaran
pemerintah tetap diperlukan, utamanya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, misalnya peningkatan pendidikan, kesehatan, jaminan sosial dsb.
Peacock dan Wiseman mengemukakan bahwa kebijakan pemerintah untuk menaikkan pengeluaran negara
tidak disukai oleh masyarakat, karena hal itu berarti masyarakat harus membayar
pajak lebih besar. Masyarakat mempunyai sikap toleran untuk membayar pajak sampai pada suatu
tingkat tertentu. Apabila pemerintah menetapkan jumlah pajak di atas batas
toleransi masyarakat, ada kecenderungan masyarakat untuk menghindar dari
kewajiban membayar pajak. Sikap ini mengakibatkan pemerintah tidak bisa
semena-mena menaikkan pajak yang harus dibayar masyarakat
Dalam kondisi normal, dengan berkembangnya perekonomian
suatu negara akan semakin berkembang pula penerimaan negara tersebut, walaupun
pemerintah tidak menaikkan tarif pajak. Peningkatan penerimaan negara akan
memicu peningkatan pengeluaran dari negara tersebut.
Dalam kondisi
tidak normal, misalnya dalam keadaan perang, pemerintah memerlukan pengeluaran
negara yang lebih besar. Keadaan ini membuat pemerintah cenderung meningkatkan
pungutan pajak kepada masyarakat. Peningkatan pungutan pajak dapat
mengakibatkan investasi swasta berkurang, dan perkembangan perekonomian menjadi
terkendala. Perang tidak bisa dibiayai dari pajak saja. Pemerintah terpaksa cari
pinjaman untuk biaya perang. Setelah perang selesai pemerintah harus membayar
angsuran pinjaman dan bunga. Oleh karenanya pajak tidak akan turun ke tingkat
semula walaupun perang sudah selesai. Setelah perang selesai, pengeluaran negara akan turun
dari tingkat pengeluaran negara saat perang, namun masih lebih tinggi dari
tingkat pengeluaran negara sebelum perang. Sementara itu pengeluaran swasta
akan meningkat, namun masih masih dibawah tingkat pengeluaran swasta sebelum
perang.
2.2 Kewajiban Negara dan Kaitannya
dengan Pengeluaran Negara
Kewajiban negara dalam rangka menjaga kelangsungan kedaulatan negara
(pemerintah) dan meningkatkan kemakmuran masyarakat, mencakup:
mempersiapkan, memelihara, dan melaksanakan keamanan
negara
menyediakan dan memelihara fasilitas untuk kesejahteraan
sosial dan perlindungan sosial, termasuk fakir miskin, jompo, yatim piatu, masyarakat miskin, pengangguran
menyediakan dan memelihara fasilitas kesehatan
menyediakan dan memelihara fasilitas pendidikan
Sebagai konsekuensi pelaksanaan kewajibannya, pemerintah
perlu dana yang memadai, dianggarkan melalui APBN/APBD, dan pada saatnya harus
dikeluarkan melalui Kas Negara/Kas Daerah
2.3 Jenis-Jenis
Pengeluaran Negara Menurut Sifatnya
Pengeluaran
negara menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi:
a) Pengeluaran Investasi
Pengeluaran yang ditujukan untuk menambah kekuatan dan
ketahanan ekonomi di masa datang
Misalnya, pengeluaran untuk pembangunan jalan tol,
pelabuhan, bandara, satelit, peningkatan kapasitas SDM, dll
b) Pengeluaran Penciptaan
Lapangan Kerja, yaitu pengeluaran untuk menciptakan lapangan kerja, serta
memicu peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat
c) Pengeluaran Kesejahteraan
Rakyat
Pengeluaran yang mempunyai pengaruh langsung terhadap
kesejahteraan masyarakat, atau pengeluaran yang dan membuat masyarakat menjadi
bergembira
Misalnya pengeluaran untuk pembangunan tempat rekreasi,
subsidi, bantuan langsung tunai, bantuan korban bencana, dll
d) Pengeluaran Penghematan Masa Depan
Pengeluaran yang tidak memberikan manfaat langsung bagi
negara, namun bila dikeluarkan saat ini akan mengurangi pengeluaran pemerintah
yang lebih besar di masa yang akan datang
Pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan masyarakat,
pengeluaran untuk anak-anak yatim, dll
e) Pengeluaran Yang Tidak
Produktif
Pengeluaran yang tidak memberikan manfaat secara langsung
kepada masyarakat, namun diperlukan oleh pemerintah
Misalnya pengeluaran untuk biaya perang
2.4 Pengaruh Pengeluaran
Negara terhadap Sektor
Konsumsi Masyarakat
Pengeluaran negara secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap
sektor konsumsi masyarakat atas barang dan jasa. Dengan adanya pengeluaran pemerintah untuk subsidi, tidak
hanya menyebabkan masyarakat yang kurang mampu dapat menikmati suatu
barang/jasa, namun juga menyebabkan masyarakat yang sudah mampu akan
mengkonsumsi produk/jasa lebih banyak lagi. Kebijakan pengurangan subsidi, misalnya BBM, akan
menyebabkan harga BBM naik, dan kenaikan harga BBM akan menyebabkan konsumsi
masyarakat terhadap BBM turun. Maka perlu dikaji ulang tentang
masalah subsidi supaya bukan masyarakat mampu yang nantinya malah yang banyak
menikmati subsidi dari pemerintah.
2.5 Pengeluaran Pemerintah Indonesia
Pengeluaran Pemerintah dapat dikategorikan ke dalam berbagai
jenis pengeluaran. Pertama, rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan
dengan susunan kementrian Negara atau lembaga pemerintah pusat. Belanja
pemerintah pusat menurut organisasi dipengaruhi oleh perkembangan susunan
kementrian lembaga, perkembangan jumlah bagian anggaran (BA), dan perubahan
nomenklatur atau pemisahan suatu unit organisasi dari organisasi induk, atau
penggabungan organisasi. Belanja pemerintah pusat menurut organisasi secara
garis besar terdiri dari dua bagian anggaran umum, yaitu:
a)
Bagian
Anggaran Kementrian/Lembaga (K/L)
b)
BA
Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (APP)
Bagian anggaran kementrian/lembaga merupakan bagian anggaran
belanja pemerintah pusat yang dikelola oleh kementrian/lembaga dalam rangka
pelaksanaan program-program pemerintah yang telah digariskan dalam rencana
kerja pemerintah (RKP). Sementara itu, BA APP merupakan bagian anggaran belanja
pemerintah pusat yang dikelola oleh menteri keuangan selaku bendahara umum
negara, dalam rangka pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang tidak dilaksanakan K/L,
seperti pembayaran pensiun dan pembayaran bunga utang, sementara rincian
belanja daerah menrut organisasi disesuaikan dengan susunan perangkat
daerah/lembaga tekhnis daerah .
Kedua, rincian belanja negara/daerah menurut fungsi, antara
lain terdiri atas pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan,ekonomi,
lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya,
agama, pendidikan dan perlindungan sosial. Pada dasarnya, belanja pemerintah
pusat menurut fungsi dapat menggambarkan:
a) besarnya alokasi anggaran
padaprogram-program dalam fungsi pada K/L atau menteri keuangan selaku
bendahara umum Negara
b) banyaknya K/L yang menjalankan
program-program dalam fungsi yang bersangkutan.
Ketiga, rincian belanja negara/daerah menurut jenis belanja
(sifat ekonomi), antara lain terdiri atas belanja pegawai, belanja barang,
belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.
Menurut Badan Pusat Statistik dari sumber Departemen
Keuangan RI, jumlah pengeluaran negara tahun 2011 berjumlah 823,627
jumlah ini merupakan perolehan dari berbagai pengeluaran dari uraian diatas dan
rinciannya sebagai berikut, yaitu: (dalam
Milyaran Rupiah)
·
Belanja
Pegawai 180,624
·
Belanja
Barang 131,533
·
Belanja
Modal 121,659
·
Pembayaran
Bunga Utang 116,403
·
Subsidi 184,817
·
Belanja
Hibah 771
·
Bantuan
Sosial 61,526
·
Belanja
Lain-Lain 26,294
Beberapa langkah yang akan dilakukan
pemerintah menurut Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam akhir Mei
lalu, antara lain:
1) Pengendalian sistem distribusi BBM
setiap SPBU. Setiap kali kendaraan mengisi BBM bersubsidi akan tercatat secara
otomatis dan dapat diketahui jumlah pembeliannya.
2) Pelarangan BBM bersubsidi untuk
kendaraan pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN dan BUMD.
3) Pelarangan BBM bersubsidi untuk
kendaraan perkebunan dan pertambangan.
4) Konversi BBM ke bahn bakar gas untuk
transportasi.
5) Hemat listrik dan air di kantor
pemerintah, BUMN dan BUMD, serta penghematan penerangan jalan.
Pengeluaran subsidi merupakan pengeluaran yang tertinggi
dalam anggaran tahun 2011. Lalu, apakah subsidi tersebut telah tepat sasaran?
Dalam pidato tersebut Presiden
menghimbau masyarakat untuk hemat energi, tapi pemerintah sendiri malah tidak
mau melakukan penghematan yang nyata.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Penghematan anggaran
Negara dari program penghematan energi sangat sedikit dan tidak cukup untuk
membangun infrastruktur. Dengan tidak ada kenaikan harga BBM bersubsidi,
perbedaan harga BBM bersubsidi dan nonsubsidi makin lebar. Hal ini menyebabkan
tingkat konsumsi BBM bersubsidi makin tinggi dan tidak memberi manfaat bagi
masyarakat.
Setiap
tahun tingkat pengeluaran negara semakin tinggi, ini belum sebanding dengan
kesejahteraan rakyat di mana masih banyak sekali rakyat yang mengalami
kemiskinan, diharapkan pemerintah mampu membangun negara yang berkembang ini
menjadi negara maju dengan jumlah kemiskinan yang minim. Karena setiap
pengeluaran yang ada bahkan tinggi haruslah diikuti dengan hasil yang lebih
baik.
3.2 Saran
Hal-hal
yang dapat dilakukan adalah:
1.
Kesadaran
dari masing-masing pihak untuk melakukan penghematan.
2.
Bukti
nyata dari pemerintah untuk penghematan.
3.
Kesadaran
untuk mengurangi korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
Basri, Faisal. 1998. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Kompas, 14 Juni 2012. Hemat BBM Tak Efektif. Hal. 17.